Pagi
itu, puluhan pelajar, pemuda dari berbagai organisasi kepemudaan di Purbalingga,
datang berbondong-bondong memadati aula Hotel Kencana Purbalingga. Mereka akan
mengikuti Workshop Pemutaran Film bertema "Pembinaan Karakter Generasi
Muda Melalui Film".
Workshop
yang digelar Bagian Kepemudaan, Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan
Olahraga (Dinbudparpora) Kabupaten Purbalingga kerja bersama CLC Purbalingga
ini dihadiri hampir 200 peserta selama dua hari, Rabu-Kamis, 16-17 September
2015.
Pada
hari pertama, usai jam makan siang, diputar program Indonesia Raja
2015-Jakarta. Program kompilasi tersebut dinilai cocok dipertontonkan dihadapan
pemuda Purbalingga saat mereka mengikuti workshop pemutaran.
Terdapat
empat film pendek dalam kompilasi Indonesia Raja-Jakarta, berjudul "Tiny
Jakarta" sutradara Albertus
Wida, "Iblis Jalanan" sutradara Salman Farizi, "Masa
Sih?" sutradara
Chairun Nissa, dan "Lemantun"
sutradara Wregas Bhanuteja.
Usai
pemutaran, digelar diskusi seputar film-film yang ditonton. Fadin, siswa SMK
Karanganyar mengaku belum pernah menyaksikan film-film Indonesia yang baru saja
ditonton. "Saya sangat mengapresiasi dan jadi ada dorongan untuk bisa
membuat film seperti itu," katanya.
Hal
yang hampir sama diungkapkan Sasha, siswi dari SMA 2 Purbalingga yang
mempertanyakan mengapa film-film yang mendidik tidak bisa ditonton di televisi?
"Kok pemerintah membiarkan ya tayangan televisi dengan adegan-adegan yang
tidak baik?," tegasnya.
Sementara
Jumanto dari Pengurus Daerah Pemuda Muhammadiyah merasa terkesan dengan film
berjudul "Lemantun". Menurutnya, film itu berangkat dari ide yang
sederhana namun mampu menjadi tontonan yang luar biasa. "Bayangkan,
berangkat dari persoalan lemari, mampu bercerita persoalan keluarga yang banyak
dialami keluarga-keluarga di Indonesia," terangnya.
Ada
banyak pertanyaan dan pernyataan dari penonton yang sebagian lebih ditujukan
bagi para pembuat film. Ketika diputar film "Masa Sih?" yang bercerita
tentang obrolan guru dan murid dari soal jatuh cinta hingga seputar seks yang
dianggap tabu, karena didominasi penonton remaja, suasana jadi heboh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar