17 Januari 2013

Pelajar SMAN 1 Rembang Purbalingga Mendokumenterkan Dusun Terpencil



Satini dengan beberapa teman perempuan sedang bermain salah satu permainan tradisional Sunda Manda, sementara teman-teman laki-laki saling berlarian dan sesekali mengganggu permainan Satini. Demikian salah satu gambaran keseharian anak-anak Grumbul Panyatan, Desa Gunungwuled, Kecamatan Rembang, Purbalingga.

Panyatan, grumbul terpencil di tengah hutan dengan segenap kisahnya, oleh anak-anak ekstrakulikuler sinematografi SMA Negeri 1 Rembang Purbalingga didokumenterkan. Produksi dilakukan pada 16-18 Januari 2013 dengan jalan menginap di rumah warga.

“Produksi dokumenter terbaru kami, menangkap realita kehidupan anak-anak dan warga Dusun Panyatan dengan segenap kekurangan aksesnya. Pendidikan, jalan, listrik, air bersih dan jamban,” ungkap Rizky Pangestu yang bertindak sebagai sutradara.

Anak-anak Panyatan harus berjalan sekitar 2 kilometer melewati jalan terjal berbatu di tengah hutan untuk sampai ke sekolah mereka. Sementara untuk belajar, beberapa anak hanya menggunakan penerangan senthir berbahan bakar minyak tanah yang saat ini justru susah dibeli.

Pada kenyataannya, tidak ada anak muda yang mau tinggal di Grumbul Panyatan. Mereka semua hijrah ke kota besar. Bagi kaum perempuan, pilihannya menikah muda atau turut merantau.

Menurut salah satu kru, Cias Susi Astiti, hampir tiga bulan dia dan teman-teman ekskul sinema di hari libur atau sepulang sekolah bolak-balik naik ke Panyatan untuk melakukan riset. “Kami harus tinggal di rumah warga agar merasakan apa yang warga Panyatan rasakan,” tutur siswi yang bertindak sebagai line produser.

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga Panyatan harus menyalurkan berpuluh meter selang dari sumber mata air yang berada jauh di atas bukit. Sementara kemiskinan dan kesadaran warga ternyata belum menjadikan mereka memiliki jamban.

Guru Pembina ekskul sinematografi SMAN 1 Rembang Purbalingga Deni Sunarto, S.Pd. mengatakan, proses produksi film dokumenter ini sangat baik untuk perkembangan mental siswa. “Untuk itu pihak sekolah sangat mendukung, baik secara pendanaan maupun proses kreatif anak-anak itu sendiri,” ujar guru pengampu pelajaran Bahasa Inggris.

Produksi film pendek di bawah bendera Pak Dirman Film ini merupakan produksi ke-5 sejak keberadaan ekstrakulikuler sinematografi di sekolah ini tiga tahun lalu. Rencananya dokumenter ini diikutkan pada penyelenggaraan Festival Film Purbalingga 2013.

Tidak ada komentar: