19 Januari 2014

Produksi Dokumenter SMA Bukateja Purbalingga


Selama beberapa malam, di sebuah balai rumah limasan, para remaja dan pemuda Desa Pasunggingan, Kecamatan Pengadegan, Purbalingga kembali berlatih tarian Angguk, salah satu kesenian tradisi Banyumas yang nyaris punah.

Sementara orang-orang tua, yang sebagian bahkan berusia lebih dari 60 tahun bertindak sebagai penabuh dan pelantun syair-syair yang diambilkan dari kitab Barzanji. Alat-alat musik yang ditabuh berupa genjring, jidur, dan kendang.

Proses berlatih kesenian langka bernapas islami itu merupakan bagian dari pengambilan gambar film dokumenter yang dilakukan pelajar yang tergabung dalam Sabuk Cinema ekstrakulikuler sinematografi SMA Bukateja Purbalingga selama tiga hari, Jumat-Minggu, 17-19 Januari 2014.

“Senang rasanya bergaul siang-malam dengan anak-anak muda seusia kami yang masih mau dan bersemangat menari seni tradisi. Ini salah satu alasan kami mendokumenterkan mereka,” tutur Tito Firesta, salah satu kru yang melakukan riset.

Saat ini, Martoyo (70), adalah pimpinan grup Angguk “Sri Rahayu” Desa Pasunggingan yang merupakan turunan ketiga. Keberadaan kesenian langka itu sudah ada sejak zaman Belanda. Meski sulit, regenerasi terus dilakukan.

Selama beberapa bulan terakhir, para pelajar itu melakukan riset. Bolak-balik ke desa, menemui dan bergaul dengan para pelaku kesenian Angguk. Mereka mengambil data kesenian Angguk dari Perpustakaan Film dan Buku Jaringan Kerja Film Banyumas (JKFB).

Menurut Uli Retno Dewanti, yang bertindak selaku sutradara, memfilmkan kesenian langka ini merupakan pengalaman tersendiri. “Tidak semata hasilnya, tapi proses kami bergaul dan berada di tengah-tengah masyarakat pecinta dan pelaku seni tradisi,” ungkap siswi yang masih duduk di kelas X ini.

Sementara guru pembina ekskul sinematografi Meinur Diana Irawati mengatakan, produksi film dokumenter ini menjadi penting karena melatih siswa bergaul dan mempelajari masyarakat dengan cara terjun langsung. “Hal ini yang tidak mereka dapatkan dalam pelajaran formal, karna itu ekskul sinema dibutuhkan,” jelas guru pengampu pelajaran Ekonomi.

Bila film dokumenter tentang Angguk ini selesai, rencananya akan diikutsertakan pada program kompetisi dokumenter tingkat Banyumas Raya di Festival Film Purbalingga (FFP) pada Mei mendatang.

Tidak ada komentar: