23 Maret 2015

Produksi Fiksi Gerilya Pak Dirman Film 2015

Fenomena batu akik yang merambah banyak daerah di Indonesia salah satunya Purbalingga. Batu Klawing, yang berasal dari Sungai Klawing, sungai yang melintas wilayah Purbalingga menjadi salah satu primadona dunia batu akik.

Tidak hanya itu, fenomena ini pun kemudian ditangkap oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga dengan kebijakan yang kontroversial. Mendukung fenomena batu akik secara membabi-buta, salah satunya dengan menggelontorkan dana lewat Anggaran Pendapatan dan Belanjar Daerah (APBD) senilai hampir satu miliar rupiah.

Sementara, efek negatif dari fenomena ini tampak terabaikan, seperti kerusakan alam yang terjadi di beberapa titik berupa rusaknya tebing-tebing batu. Belum lagi, para pencari batu yang sampai menjarah batu-batu yang merupakan situs purbakala.

Fenomena ini kemudian ditangkap oleh komunitas film Gerilya Pak Dirman Film menjadi karya film pendek bertajuk "Begal Watu" (Begal Batu). Film pendek yang disadur dari cerita pendek karya Misyatun berjudul "Mendhem Watu" (Mabuk Batu) ini diproduksi pada Senin, 23 Maret 2015 di wilayah Desa Tanalum, Kecamatan Rembang, Purbalingga.

"Melalui film, kami ingin menunjukan pada masyarakat, bahwa boleh saja ikut-ikutan booming batu akik, namun perlu diperhatikan kelestarian alam dan kelestarian situs-situs purbakala," jelas Dinda Gita Rosita, sutradara yang masih duduk di bangku kelas X SMA Rembang Purbalingga.

"Begal Watu" berkisah tentang seorang anak muda yang tergila-gila pada batu. Setiap hari pekerjaannya mencari batu, tidak hanya di sungai namun di semua tempat. Tidak hanya merusak alam dengan mencongkel batu-batu mulia di tebing sebuah air terjun, tapi juga mengambil batu situs purbakala, bahkan batu yang dipakai sebagai pondasi rumah tetangga pun ia congkel.

Karyo Gunawan, yang berperan sebagai Indra, pemuda pencari bahan batu akik mengatakan, ini pengalaman pertama baginya bermain di film pendek. "Awalnya, saya sebatas mendukung komunitas film yang katanya sudah tidak diakui pihak sekolah kami. Dan ternyata ikut produksi film itu ramai dan mengasikan," ujar siswa kelas XI ini.


Usai beberapa hari lalu memproduksi dokumenter, komunitas film yang sudah berdiri sejak 2010 ini giliran memproduksi film fiksi pendek dengan biaya sendiri untuk turut berpartisipasi pada program Kompetisi Pelajar Banyumas Raya Festival Film Purbalingga (FFP) 2015 bulan Mei mendatang. 

Tidak ada komentar: