14 Juni 2014

Mendekatkan Film Pendek dengan Warga Desa



Suwitno (45 tahun) bersama istri dan anaknya sempat berkaca-kaca saat presenter mempersilakan mereka maju untuk mendekat ke layar untuk menerima sekedar bingkisan dari para pelajar.

Tak banyak kata yang terucap, selain terima kasih dan harapan agar film-film yang dibuat oleh pelajar Purbalingga terus maju. “Ya tidak menyangka, kami yang orang tidak punya difilmkan. Padahal tidak ada bagus-bagusnya,” ujar Suwitno.

Suwitno sekeluarga adalah subyek dalam film dokumenter “Penderes dan Pengidep” sutradara Achmad Ulfi produksi Papringan Pictures ekstrakulikuler sinematografi SMA Kutasari Purbalingga. Film teranyar produksi 2014 ini sudah mulai menuai prestasi.

Malam itu, Sabtu, 14 Juni 2014, sengaja program pemutaran film bermedium Layar Tanjleb ekskul sinema SMA Kutasari ditempatkan di wilayah subyek film, tepatnya di pelataran warga RT 10 RW 05 Desa Candiwulan, Kecamatan Kutasari, Kabupaten Purbalingga.

Terpal berukuran cukup lebar digelar sebagai alas. Ratusan warga berkumpul memadati pelataran rumah-rumah warga dimana layar putih ditancapkan. Sebagian lainnya menonton dari teras rumah warga.

Menurut Achmad Ulfi, yang juga ketua ekskul sinema SMA Kutasari, mulai tahun ini memprogramkan pemutaran film-film karya pelajar sekolahnya di luar lingkungan sekolah. “Sudah cukup banyak karya film pendek dan dokumenter dari sekolah kami sejak tahun 2011. Karna itu, harus dipertontonkan kepada sebanyak-banyaknya orang,” tuturnya.

Pada kesempatan itu, diputar enam film pendek dan dokumenter karya pelajar SMA Kutasari, yaitu Kalung Sepatu (2011) dan Bangku Untuk Remaja (2012) keduanya disutradarai oleh Dwi Astuti, Bukan Bangku Sekolah (2012) sutradara Winda Novia Wardani, Gang Selingkuh (2013) sutradara Wildan Aji Saputra, Air (2013) sutradara Melinda Intan, dan Penderes dan Pengidep (2014) sutradara Achmad Ulfi.

Direktur Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga Bowo Leksono mengatakan, program pemutaran film ini tidak hanya melatih pelajar yang tergabung di ekskul sinema belajar teknis pemutaran bermedium layar tanjleb. “Terpenting bagaimana film-film mereka sampai pada penontonnya, terutama warga desa yang memang dekat dengan persoalan-persoalan dalam film,” ungkapnya.

Tidak ada komentar: