Sejak awal berdirinya SMA
Negeri Kutasari, Purbalingga, permasalahan utama yang tidak pernah
terselesaikan adalah kebutuhan air bersih. Baru pada tahun 2011, dibawah
kepemimpinan Sukirto, S.Pd., M.Si, sekolah tersebut tidak lagi kesulitan air
bersih.
Sebagai daerah yang
relatif tinggi, sebagian besar daerah di Kecamatan Kutasari mengalami kesulitan
air bersih. Terlebih, tanah di wilayah itu berbatu yang menyulitkan warga
membuat sumur untuk kebutuhan sehari-hari.
Kepala SMAN 1 Kutasari
Sukirto, S.Pd., M.Si., mengatakan sebelum air bersih hadir, setiap dua pekan, sekolah
harus mendatangkan satu mobil tanki milik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Kabupaten Purbalingga. “Bila sekolah sedang sering ada kegiatan, air satu tanki
mobil akan habis digunakan dalam sepekan,” ujarnya.
Karena tidak pernah
berhasil dalam memenuhi kebutuhan air bersih dengan membuat sumur dan akses
pipa PDAM yang belum sampai ke wilayah Kutasari, Sukirto berinisiatif
mengalirkan air bersih dari sumber mata air yang ada di tempat yang lebih
tinggi untuk kebutuhan sekitar 800 warga sekolah setiap harinya.
Mata Air Kali Sirah
Terpilihlah sumber mata
air Kali Sirah di Desa Karangcegak. Mata air ini sudah bertahun-tahun
dimanfaatkan warga untuk kebutuhan sehari-hari. Mata air yang tidak pernah
kering meski dimusim kemarau sekalipun, sudah lama dimanfaatkan warga desa
seperti Desa Kutawera, Pedukuhan, Pucangluwuk, dan Meri.
Pihak sekolah memakai
tanah dan jasa Sanaji (80) yang rumahnya tak jauh dari sumber air. Sebuah bak
penampungan induk dibangun di tanah belakang rumah Sanaji yang kemudian air
dialirkan sepanjang 3,2 km hingga ke SMA Negeri 1 Kutasari.
Untuk sampai ke sekolah,
pipa ditempatkan di sepanjang dinding sungai, saluran irigasi, serta ditanam di
tanah. Ada dua titik bak penampungan lain sebelum sampai ke sekolah yang juga
bisa dimanfaatkan oleh warga sekitar.
Menurut Sanaji yang
bertugas mengontrol bak penampungan induk, kerusakan pipa air biasanya karena
banjir, tertimpa pohon, tersumbat sampah, bahkan pernah dicuri orang. “Karena
itu, pipa banyak yang ditanam agar lebih aman,” ujarnya.
Sementara menurut Sukirto,
dibutuhkan pipa paralon kurang lebih 800 batang dengan berbagai ukuran diameter
dan setiap batangnya sepanjang 4 meter. “Pengerjaan saluran pipa paralon selama
dua bulan dan menghabiskan dana Rp 42 juta dari sumbangan sukarela orang tua
wali peserta didik,” ungkapnya.
Air bersih yang sudah
sampai ke sekolah lebih dari cukup, tak hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari
warga sekolah, namun mampu untuk mengisi kolam ikan dan berbagi dengan
kebutuhan warga sekitar.
Oleh: Melinda Intan, Desi
Setyaningsih, dan Wildan Aji Saputra
Pelajar SMA Negeri 1 Kutasari Purbalingga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar