24 Desember 2011
Kado Seniman Muda untuk Purbalingga
Pada sebuah kesempatan, di tahun 2010, usai acara Debat Calon Bupati Purbalingga, seorang calon bupati menemui lelaki tua penjual es dawet dan menjanjikan modal berdagang kelak bila terpilih. Kemenangan berpihak pada calon bupati itu.
Setahun lebih, tepat di depan gerbang pendapa kabupaten, si penjual es dawet itupun berucap belum pernah terpenuhi janji calon bupati yang kini berkuasa. Masih teringat jelas dalam pikiran orang tua itu janji bupati yang tak ditepati.
Demikian nukilan adegan film bertajuk “Bupati (tak pernah) Ingkar Janji” yang diputar pada rangkaian program Kado buat Kota Tercinta yang digelar Sabtu, 24 Desember 2011 di gedung Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Purbalingga.
Film berdurasi 45 menit itu menyuguhkan bermacam janji bupati saat berkampanye mulai dari janji kepada buruh, janji pendidikan, janji memperhatikan lingkungan hidup, janji infrastruktur, hingga janji hanya janji. Kemudian janji-janji itu dilengkapi dengan kenyataan yang berbeda.
Forum diskusi usai pemutaran menghadirkan pembicara Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Purbalingga Suharto, S.H. yang mengatakan bahwa film ini mengingatkan kepada eksekutif apa yang pernah diucapkan saat berkampanye. Sementara pembicara lain dosen Ilmu Politik Universitas Soedirman Bowo Sugiarto, SIP, M.Si. menegaskan film dokumenter ini akan mempunyai legitimasi kuat bila ditonton oleh sebanyak-banyaknya orang.
Ragam Seni
Program kali ketiga yang digagas Cinema Lovers Community (CLC) ini tak hanya menampilkan film, namun juga pameran foto, pentas musik, pentas teater, dan sastra dilengkapi diskusi-diskusi menarik.
Program untuk kali ketiga sejak 2009 ini berupa ekspresi dan apresiasi kreativitas seni anak muda Purbalingga sebagai media kritik terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten Purbalingga.
Pada diskusi foto mengungkap para penggemar fotografi di Purbalingga, baik personal maupun komunitas, masih sebatas pemanfaatan teknologi dengan menjadikan obyek ‘keindahan dan kecantikan’.
Pada diskusi sastra, pembicara dari Pondok Pesantren Minhajut Tholabah Purbalingga Basyir Fadlullah mengatakan bahwa sastra berupa karya tulisan lebih tajam dari apapun dalam mempengaruhi pikiran dan hati.
Pada kesempatan itu diluncurkan pula Kumpulan Cerita ‘Pamong Praja’ dari Kelas Menulis Purbalingga. Menurut peminat sastra Teguh Trianton kumpulan cerita itu cukup mewakili kondisi riil Purbalingga kontemporer. “Kita diajak menghitung ulang makna pembangunan yang selama ini tampil menor dari luar, tapi compang-camping di dalam,” ungkapnya.
Penampilan band Mahatma dan Jalurevakuasi dengan lirik syarat kritik cerdas melengkapi sesi sastra dan musik pada program dalam dalam rangka turut menyambut Hari Jadi Purbalingga yang ke-181 ini.
Sebelum pemutaran dan diskusi film, dua kelompok teater yaitu Teater Papringan SMA Negeri Kutasari Purbalingga dan Teater Brankas SMA Negeri 2 Purbalingga turut menyumbang Kado buat Kota Tercinta.
Manager Program CLC Nanki Nirmanto mengatakan selama ini, seni modern yang digawangi anak muda Purbalingga tidak berkembang dengan baik. “Selain ketiadaan fasilitas dari pemerintah daerah, para pekerja seni cenderung bekerja secara sendiri-sendiri. Banyak diantaranya memilih hijrah dan berkarya di kota lain,” tuturnya.
Diharapkan program tahunan ini mampu menjadi pemantik dan menginspirasi pelaku seni lain di Purbalingga untuk berkarya secara cerdas dengan didasari pada kepedulian sosial dan lingkungan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar