10 Oktober 2010

Layar Tancap Masa Kini


Malam itu, cuaca sangat berpihak. Hujan sepanjang tahun yang biasanya turun siang malam, tidak dengan malam itu. Bahkan bintang gemintang pun tanpa malu-malu saling bermunculan, menghias angkasa raya.

Layar putih sudah terbentang sejak sorenya. Beberapa mahasiswa dan pemuda karang taruna bahu-membahu membentangkan layar. Tak lama, pengeras suara pun tiba disusul alat proyektor. Selepas waktu isya, penonton dari berbagai penjuru mulai berbondong.

Sebuah tontonan lawas yang kini jarang ditemukan, layar tancap. Malam itu, Sabtu, 9 Oktober 2010, di Lapangan Kelurahan Grendeng, kompleks kampus Unsoed Purwokerto digelar. Penggagas acara tersebut adalah HMI Komisariat Fisip Unsoed kerja bersama Karang Taruna “Satria Muda” Kelurahan Grendeng, Purwokerto dan Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga.

“Inyong wis lawas pisan ora menangi tontonan kaya kiye. Dadi kelingan jaman semono, rasane semanger pisan,” (Saya sudah lama sekali tidak menjumpai tontonan seperti ini. Jadi ingat jaman itu, rasanya menyenangkan sekali) tutur Sardi (45 tahun). Warga Kelurahan Grendeng ini menonton dengan mengajak anak dan istrinya sembari membawa tikar untuk alas duduk.

Ada sembilan film pendek yang disuguhkan. “Culoboyo Juniol” sutradara Mohammad Solikin dari Surabaya, “Lastri, Apa Sing Kowe Goleti?” sutradara BW Purba Negara dari Yogyakarta, “Superheru” sutradara Gatot Artanto dari Purwokerto, “Perang Bubar”, “Endhog”, “Sandal Jepit”, “Nyarutang”, “Sekitar Midnight”, dan “Gajian” masing-masing dari Purbalingga.

Mengalihkan Perhatian Warga
Panitia sempat menyangsikan akan datangnya penonton. Tidak sekedar soal cuaca, Purwokerto adalah wilayah perkotaan yang warganya memiliki beragam tontonan alternatif. Tapi buktinya, sekitar seribu lebih warga termasuk mahasiswa Unsoed larut dalam tontonan Layar Tanjleb.

Penonton mewakili golongan tua, tontonan layar tancap adalah sebuah klangenan karna sudah sejak belasan tahun tidak menemukan kembali tontonan semacam ini. Sementara bagi anak-anak atau bahkan anak muda, layar tancap adalah media rakyat baru. Lebih dari itu, layar tancap yang dulunya memutar film-film komersil, kali ini menyuguhkan film-film pendek lokal yang tak kalah segar.

Apapun, ini satu perjuangan anak-anak muda Banyumas Raya meski hanya hitungan jam, mengalihkan perhatian warga untuk meninggalkan layar kaca, meninggalkan sinetron kita.

2 komentar:

gandasuli mengatakan...

selamat dan sukses. jaya trus CLC Purbalingga. kpn main di kota kelahirannya...

Oemah Cengloe mengatakan...

tapi, pancen koh, sing nang pikiranku pas arep nonton layar tanjleb kuwe, ya anu golet sarungnggo krudungan. Banjur golet kethu alias penitup kepala.

tapi, manteb lha acarane. paling ora, bisa nidokna karo bocah cilikan, nek sing kaya kuwe jenenge layar tanjleb. dadi dudu nank bioskop thok.