Selama beberapa malam, di
sebuah balai rumah limasan, para remaja dan pemuda Desa Pasunggingan, Kecamatan
Pengadegan, Purbalingga kembali berlatih tarian Angguk, salah satu kesenian
tradisi Banyumas yang nyaris punah.
Sementara orang-orang tua,
yang sebagian bahkan berusia lebih dari 60 tahun bertindak sebagai penabuh dan
pelantun syair-syair yang diambilkan dari kitab Barzanji. Alat-alat musik yang
ditabuh berupa genjring, jidur, dan kendang.
Proses berlatih kesenian
langka bernapas islami itu merupakan bagian dari pengambilan gambar film
dokumenter yang dilakukan pelajar yang tergabung dalam Sabuk Cinema
ekstrakulikuler sinematografi SMA Bukateja Purbalingga selama tiga hari,
Jumat-Minggu, 17-19 Januari 2014.
“Senang rasanya bergaul siang-malam
dengan anak-anak muda seusia kami yang masih mau dan bersemangat menari seni
tradisi. Ini salah satu alasan kami mendokumenterkan mereka,” tutur Tito
Firesta, salah satu kru yang melakukan riset.
Saat ini, Martoyo (70),
adalah pimpinan grup Angguk “Sri Rahayu” Desa Pasunggingan yang merupakan
turunan ketiga. Keberadaan kesenian langka itu sudah ada sejak zaman Belanda.
Meski sulit, regenerasi terus dilakukan.
Selama beberapa bulan
terakhir, para pelajar itu melakukan riset. Bolak-balik ke desa, menemui dan
bergaul dengan para pelaku kesenian Angguk. Mereka mengambil data kesenian
Angguk dari Perpustakaan Film dan Buku Jaringan Kerja Film Banyumas (JKFB).
Menurut Uli Retno Dewanti,
yang bertindak selaku sutradara, memfilmkan kesenian langka ini merupakan
pengalaman tersendiri. “Tidak semata hasilnya, tapi proses kami bergaul dan
berada di tengah-tengah masyarakat pecinta dan pelaku seni tradisi,” ungkap
siswi yang masih duduk di kelas X ini.
Sementara guru pembina
ekskul sinematografi Meinur Diana Irawati mengatakan, produksi film dokumenter
ini menjadi penting karena melatih siswa bergaul dan mempelajari masyarakat
dengan cara terjun langsung. “Hal ini yang tidak mereka dapatkan dalam
pelajaran formal, karna itu ekskul sinema dibutuhkan,” jelas guru pengampu
pelajaran Ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar