04 Maret 2012
Produksi Film “Jono Berlari” SMA Negeri 1 Bukateja Purbalingga
Rasa kecewa muncul dari pelajar SMA Negeri 1 Bukateja Purbalingga yang tergabung dalam ekstrakulikuler sinematografi. Pasalnya, surat izin menggunakan lapangan lari di GOR Goentoer Darjono sebagai salah satu lokasi pengambilan gambar ditolak Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Purbalingga.
Alasan dari salah satu pegawai Disbudparpora, GOR tersebut hanya diperuntukkan bagi kegiatan minimal tingkat kabupaten. Penolakan ini tidak menjadikan pelajar yang tergabung dalam Sabuk Cinema itu urung produksi. Dengan dukungan Cinema Lovers Community, film bertajuk “Jono Berlari” salah satu lokasinya akhirnya memakai alun-alun Purbalingga.
Terhitung baru dua bulan ekskul ini berdiri, sudah memberanikan diri produksi film pendek. Program kompetisi pelajar Festival Film Purbalingga 2012 sebagai pemantik mereka turut berkarya dan berpartisipasi bersama para pelajar di Banyumas Raya.
Berangkat dari cerita dari seorang alumni, pelajar yang tergabung dalam Sabuk Cinema itu menuliskannya ke dalam skenario film bertajuk “Jono Berlari” yang kemudian divisualkan. Pengambilan gambar dilakukan selama dua hari, Minggu-Senin, 4-5 Maret 2012.
Kisah “Jono Berlari’ tentang pelajar bernama Jono yang hanya memiliki sepasang sepatu putih. Untuk menjadikan sepatunya berwarna hitam, karena aturan ketat dari sekolah, Jono yang bercita-cita menjadi atlet lari menggunakan langes penggorengan menggantikan fungsi semir.
Sari, tetangga sekaligus teman sepermainan Jono, sangat perhatian terhadap Jono. Suatu ketika, Sari membaca pengumuman lomba lari dan merayu Jono untuk mengikutinya. Demi Sari, Jono memenangkan perlombaan lari. Demi Sari pula, Jono rela hadiah lomba diserahkan pada Sari untuk biaya berobat ibunya.
Semua Kru Perempuan
Bila pembuat film sekolah lain hanya beberapa pelajar laki-laki dan didominasi perempuan, Sabuk Cinema ini keseluruhan perempuan. Tentu mempunyai kendala tersendiri bagi para kru dalam mengatur produksi.
Sutradara “Jono Berlari” Astia Nur Astuti mengatakan produksi film pendek perdana ini tanpa peran laki-laki kecuali para pemain. “Pekerjaan yang semestinya dilakukan atau paling tidak mendapat pendampingan dari teman-teman laki-laki, harus kami lakukan sendiri. Sulit mengajak mereka aktif dan kreatif,” ujar pelajar yang masih duduk di kelas X ini.
Semangat para penerus Kartini untuk menghasilkan sebuah karya film perdana ini menyala-nyala terlebih mendapat dukungan dari pihak sekolah. Waktu produksi dan dana yang diajukan lewat proposal disepakati kepala sekolah.
Menurut pembina ekskul sinematografi Dwiana Susanti, baru tahun ini, SMA Negeri 1 Bukateja memiliki ekskul sinematografi. “Ada wadah untuk siswa-siswi kami dalam berekspresi di bidang film seperti halnya di sekolah lain,” katanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar